Ads (728x90)

z


Khamis, 22 November 2012

Amos 4:6-13

Judul: Menantang Allah
Mungkinkah ada yang berani menantang Allah? Mungkin saja seorang atheis melakukan hal itu, tetapi bagaimana dengan orang beragama? Mungkinkah orang yang rajin beribadah, memberi persembahan, memiliki religiositas yang tinggi, justru berkali-kali menentang dan menantang Allah, sekaligus menguji batas kesabaran-Nya?

Kehidupan Israel tidak mencerminkan status mereka sebagai umat Allah, dan semua ini tak dibiarkan begitu saja oleh Allah. Ia telah berulang-kali memperingatkan mereka dengan berbagai hukuman, mulai dari kelaparan (6), kekeringan (7-8), hama dan penyakit tanaman (9), wabah penyakit (10), bahkan penghancuran beberapa kota "seperti ... Sodom dan Gomora" (11). Dalam rincian peringatan itu, ada refrein yang selalu diulang pada akhir, "namun kamu tidak berbalik kepadaku" (6, 8-11). Bukannya bertobat, mereka justru menantang Allah. Seakan-akan mereka hendak berkata bahwa diri merekalah yang mengetahui cara beribadah dan hidup religius yang paling tepat, dan bukan Allah. Di ayat 12, Allah merespons sikap mereka dengan sebuah vonis akhir: mereka akan berhadapan dengan Allah sendiri. Sementara itu nabi Amos tidak merinci apa persisnya hukuman akhir itu (bdk. Am. 5:1-3), tetapi justru mengakhiri bagian ini dengan doksologi yang menyatakan kedahsyatan kuasa Allah, sekaligus menyiratkan betapa menakutkan penghukuman final kepada Israel.

Seperti kemarin, persembahan tidak berguna jika tidak disertai dengan ketaatan. Segala hal itu takkan menyurutkan murka Allah jika kita tetap tinggal di dalam segala kebebalan dosa-dosa kita. Penulis surat Ibrani menyatakan: "Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup" (Ibr. 10:31). Jika kita membiarkan diri terjebak di dalam lingkaran "hari kerja dosa seperti biasa, hari Minggu minta pengampunan dosa", kita justru sedang menantang Allah! Apa persisnya yang akan Ia lakukan terhadap diri kita jika kita tetap tidak mau bertobat dan terus melakukan dosa yang itu-itu juga? Semua bergantung pada kedaulatan Allah. Namun bukankah lebih baik jika kita bertobat dan taat?

Post a Comment